Apa yang Dibebaskan oleh Teologi Pembebasan


Istilah “Agama adalah candu masyarakat”, yang dianggap sebagai konsepsi Marxis dalam menyikapi gejala agama, melahirkan pertentangan dan kontroversinya hingga dewasa ini. Padahal ungkapan tersebut dapat kita temui juga dalam tulisan-tulisan para pemikir zaman Pencerahan (Aufklarung), seperti Kant, Herder, Feuerbach, Bruno Bauer, dan Heinrich Heine, atau yang lebih dikenal sebagai Hegelian Kiri. Dan dalam realitanya, kalimat tersebut adalah sebuah analisis “pra-Marxis”, tanpa acuan analisis kelas sama sekali (h. 2).

Kapitalisme sebagai “mode of production”, dalam memperluas kekuasaannya–terutama aktivitas integrasi dan ekspansi pasar-secara  gencar mensosialisasikan nilai-nilai ekonomi ke berbagai lini kehidupan di masyarakat. Nilai-nilai ekonomi tersebut kemudian mempengaruhi sistem norma dan hubungan-hubungan sosial. Secara perlahan merubah seluruh pola kehidupan menjadi proses ‘transaksi’. Dalam hal ini, agama secara berangsur-angsur digeser kedudukannya sebagai sumber nilai dalam pembentukan gaya hidup (kesalehan) yang bersifat individualistik dan oportunistik ala borjuasi. Akhirnya kehidupan agama yang awalnya qudus dan sakral ditarik menuju pola kompetisi yang bersifat profan.

Buku ini menceritakan bagaimana para uskup-uskup radikal yang menyadari ancaman dan bahaya ekspansi kapital. Mereka menafsirkan kitab suci dan ajaran kristus yang secara teks memihak pada yang lemah, kemudian mengkontekstualisasikan dalam teologi pembebasan; sebagai anti-tesis teori pembangunan.

Apa dan Bagaimana Teologi Pembebasan

Leonardo Boff menyatakan bahwa Teologi Pembebasan adalah pantulan pemikiran, sekaligus cerminan dari keadaan nyata, suatu praksis yang telah ada sebelumnya. Lebih tepatnya, Teologi Pembebasan adalah pengabsahan atas gerakan sosial yang muncul pada abad 1960-an yang melibatkan sektor-sektor penting dari Gereja (h. 15). Gerakan ini yang secara keras ditentang Vatikan dan hierarki Uskup Amerika Latin CELAM (Consejo Episcopal Latinoamericano), pimpinan Uskup Kolombia Alfonso Lopez Trujilo (h. 16).

Agama Kristen, menurut Feuerbach (1804-1872)  adalah sebuah kebudayaan yang mengalami perubahan-perubahan (transformasi) dalam berbagai periode sejarah yang berbeda. Awalnya Kristen adalah agamanya para budak belian, lalu menjadi ideologi Kekaisaran Romawi, kemudian masuk ke dalam masyarakat aristokrat (feodal), dan terakhir, diserap ke dalam masyarakat borjuis. Transisi ini menunjukan adanya ruang simbolik yang saling berselisih di antara berbagai kekuatan sosial yang bertentangan.

Kemudian, Teologi Pembebasan merupakan sebuah doktrin keagamaan yang benar-benar masuk akal dalam melihat konteks sosial dan suatu sumbangsih besar bagi gerakan sosial penentang kapitalisme. Meskipun terdapat perbedaan kepentingan antar para teolog, namun terdapat benang merah yang sama, yakni gugatan moral dan sosial yang amat keras terhadap ketergantugan kapitalisme sebagai suatu sistem yang tidak adil dan tidak beradab, sebagai suatu bentuk dosa struktural. Penggunaan alat analisi Marxisme dalam memahami sebab-sebab kemiskinan, pertentangan-pertentangan internal kapitalisme, dan bentuk perjuangan kelas. Kemudian, sebagai pilihan bagi kaum miskin dan solidaritas perjuangan menuntut kebebasan (h. 17)

Maka, Teologi Pembebasan adalah sebuah gerakan sosial dan doktrin keagamaan guna misi pembebasan umat. Suatu pembacaan Al-Kitab yang secara teks memihak kepada yang lemah, dan memperjuangkan terciptanya kerjaan surga di dunia, yang secara realita dirampas oleh kapitalisme, sehingga kenikmatan dunia hanya bisa dinikmati oleh kaum Borjuis.

Alasan Lahirnya Teologi Pembebasan

Pembangunan yang dipaksakan oleh rezim atau kelas penguasa–ekspansi kapital yang menjarah ke desa-desa dan memaksa petani angkat kaki dari tanah mereka, mengakibatkan ketidakadilan sosial serta ketergantungan ekonomi, proyek proyek pembangunan mahal gaya “Fir’aun” (pusat-pusat pembangkit tenaga nuklir, jalan raya trans-Amazonia)- menjadi sasaran kecaman-kecaman pedas dari CNBB (Conferencia Nacional dos Bispos do Brazil :konferensi keuskupan Brazil), dan mengutuk kekejaman rezim militer yang berkuasa.

Dan pada waktu yang sama, CNBB dibawa pimpinan Dom Ivo Lorscheider, muncul sebagai penentang penindasan hak asasi manusia oleh penguasa diktaktor militer. Dan sejak itulah Gereja menjadi salah satu penentang rezim penguasa dan menjadi tempat ungsian bagi semua gerakan protes penentang penguasa (h. 47).

Berkaca pada fenomena Gereja Brazil, dimana gagasan-gagasan kiri muncul untuk pertama kalinya di lembaga keagamaan Amerika Latin pada 1960-an, dan tempat Teologi Pembebasan dapat memiliki pengaruh yang sedemikian luas. Ada beberapa faktor yang menstimulus lahirnya Teologi Pembebasan. Pertama, pengaruh mendalam budaya Katolik Prancis abad-20 terhadap Brazil, seperti sosialisme keagamaan Charles Peguy, kelompok Sosialis Kristen dari Front Rakyat, Teologi pasca-perang Calves, Chenu, Duqouc, dan sebagainya, ilmu ekonomi humanis Romo Lebret, para romo kaum buruh, dan aliran kiri Pemuda Katolik (JUC, JEC).

Kedua, kediktaktoran militer yang mulai berkuasa sejak 1964. Ketiga, kecepatan dan kedalaman perkembangan kapitalisme di Brazil yang lebih pesat ketimbang negara-negara Amerika Latin lainnya sejak 1950-an. Keempat, para teolog radikal yang berkaca pada pengalaman dan keadaan yang terjadi pada umat beragama di negara Amerika Latin lainnya  (h. 51-53).

Apa yang Dibebaskan oleh Teologi Pembebasan

Frei Betto, seorang Pemimpin Pelajar Katolik (JEC), didalam bukunya yang berjudul: Batismo de Sangue: Os dominicanos e a morte de Carlos Marighella, yang sudah terbit ke sembilan kalinya setelah cetakan pertama pada 1969, menuliskan dengan menarik gambaran ketika dirinya diinterograsi rezim diktaktor kala itu:

“Bagaimana kok orang Kok bisa bekerja sama dengan orang Komunis ?”

“Bagi saya, manusia tidak dibedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang atheis, tetapi dibagi antara mereka yang tertindas dan mereka yang tertindas, antara mereka yang ingin mempertahankan tatanan masyarakat yang tidak adil ini dan mereka yang berjuang demi tegaknya keadilan.”

“Apa kamu sudah lupa kalau Marx menganggap agama itu candu masyarakat ?”

“orang-orang borjuislah yang telah memutarbalikan agama menjadi candu bagi rakyat dengan mengkhotbahkan adanya Tuhan yang bertakhta cuma di surga, sementara itu mereka meraup semua isi bumi ini untuk dirinya sendiri.” (hal. 54-55)

Teori pembangunan yang menghasilkan ketimpangan sosial dan merusak bumi, bahkan melemahkan manusia yang sudah lemah, membuat beberapa uskup dan unsur-unsur penting dalam Gereja geram. Kemudian mereka menggunakan Marxisme sebagai pisau analisis kelas dan mengetahui penyebab deforestasi dan kemiskinan akut (baca: Kapitalisme). Lalu menciptakan gerakan sosial guna meretas problem mendasar umat, bernama: Teologi Pembebasan.

Maka dapat kita simpulkan bahwa, Teologi Pembebasan adalah gerakan untuk merebut kembali konsep ketuhanan yang diambil alih oleh kaum borjuis. Mengambil alih konsep surga yang diserap oleh kapitalisme, sehingga hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. kemudian, menciptakan gerakan radikal dan militan, guna terwujudnya kebebasan dan keadilan sosial bagi masyarakat.




Judul Buku : TEOLOGI PEMBEBASAN: Kritik Marxisme & Marxisme Kritis
Penulis : Michael Lowy
Penerbit : INSISTPress
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2019
Cetakan : Ke-3
Jumlah Halaman : XX + 132 hlm
ISBN : 978-602-0857-88-6
Peresensi : Fahmi Saiyfuddin (Pegiat RPDH Jombang)