Apakah makna sebenarnya dari kata 'hidup'? Kata yang
seringkali kita ucap, namun banyak dari kita yang merasa tersesat dalam hidup
itu sendiri. Kefanatikan manusia akan suatu pandangan hidup, membuat paham saklek
versinya, bahkan tidak jarang menyudutkan
saudaranya layaknya pendosa. Buku #HidupKadangBegitu:
Refleksi tentang Agama, Ilmu, dan Kemanusiaan ini mengajak kita bagaimana selayaknya
memandang hidup melalui kisah Dynamic Duo.
Tak Cukup Kau Terka, Mari Kita Baca
Judul dan sinopsis buku ini mungkin membuat para pembacanya beranggapan isinya sama dengan buku kumpulan kisah karya penulis lainnya. Nyatanya begitu membacanya apa yang disangkakan tidak ditemukan, seperti yang diungkapkan Gus Nadir
"..membaca satu halaman saja, bisakah Anda mengklaim telah menyerap semua informasi yang dihidangkan dalam buku tersebut? Apa yang anda ketahui hanya terbatas dalam satu halaman saja dari sekian ratus halaman...(h.95)."Seolah penulis ingin menghimbau agar waspada terhadap hal yang spekulatif, dan ketika telah usai barulah mampu memaknai. Dalam Islam dikenal dengan istilah jangan su'udzon dahulu.
Buku ini menuliskan kisah dari kehidupan Gus Nadir dan Kang Maman, yang pastinya berbeda. Dikemas secara apik dalam tiga chapter besar. Tujuan buku ini, mengajak para pembacanya menyikapi segala hal dalam hidup ini dengan berpikir positif dan bersikap optmis.
Hal ini tampak pada bagian
pendahuluan yang berisi bait (janji pada diri) untuk menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Bait ini merupakan hasil kutipan buku karya
Christian D. Larson, Your Forces and How
to Use Them (1912) yang diterjemahkan Gus Nadir dengan versinya. Meskipun
begitu pendahuluan ini mampu menggetarkan hati pembaca.
Ngobrol Ringan tentang Agama
Catatan kisah dan hikmah hasil kolaborasi antara Gus Nadir dan Kang Maman tentang agama sangat luwes. Mampu merasuk ke hati dan tidak seperti karya umumnya yang cenderung kaku dengan segala dalil yang harus ada.
Bahkan Gus Nadir mengajak pembaca memetik hikmah kesabaran dan pengorbanan dalam sepenggal kisah sejarah agama Kristen. Bagian ini sangat menarik, diramu dengan tepat, menyatu-padu dan saling mengisi, hingga seolah ditulis oleh seorang penulis yang sama.
Kisah ketersadaran Ali bin Abi Thalib r.a. dalam peperangan juga tidak kalah menariknya untuk diteladani.
“Tatkala Ali dalam peperangan mudah saja baginya untuk membunuh musuhnya, namun ia justru menurunkan pedangnya dan urung memenggal ketika musuh meludahi wajahnya. Ali takut membunuh lawannya bukan semata karena Allah, tapi ia lakukan karena amarah (h.19)"
Bagian ini menyadarkan bagaimana hakikat islam sebagai agama rahmatan
lil’alamin, melalui berbagai kisah yang dialami penulis maupun kisah
para pendahulu kita. “Maksiat yang melahirkan rasa hina dan kekurangan, lebih
baik daripada ketaatan yang melahirkan rasa bangga dan kesombongan, Kitab
Al-Hikam (h.73). Sepenggal kutipan itu pun membuat pembaca kembali
teringat diri sendiri yang begitu hina justru menganggap kehinaan ada pada orang lain.
Menjadikan pengharapan diterimanya amal dan dimatikan dalam keadaan husnul
khatimah.
Ngobrol Ringan tentang Ilmu
Tuhan,
Jadikan kami seperti air yang jernih
Yang bermanfaat bagi sesama
Jadikan kami pula seperti emas yang bersinar
Yang dicari dan dihargai semesta (h.89)
Sesuai dengan judul yang tertulis, bagian
kedua ini berisi tentang pembahasan ilmu. Berbeda dengan bagian pertama yang
begitu menyatu-padu, disini sangat jelas terlihat bagaimana Gus Nadir membahas
ilmu versinya dan Kang Maman membahas ilmu dalam ranahnya sendiri. Intinya
bagian ini mengajak pembacanya menjadi pribadi yang penuh semangat dan keoptimisan.
Melalui kisah legenda air dan emas Gus Nadir menyampaikan pesan yang amat dalam. Banyak orang pandai, hingga keberadaannya sama dengan air yang ada dimana-mana, hingga dia dibutuhkan tapi tidak dicari, diperlukan tapi tidak dihargai.
Merubah diri dari
air menjadi emas membutuhkan visi, strategi, dan lompatan anti mainstream dalam
hidup. Begitupun Kang Maman mengajak untuk selalu merunduk penuh tawaduk,
merendahkan diri dan memuji-Nya. Layaknya orang yang tengah sujud, bokongnya
lebih tinggi dari hati, kening, dan otak yang selama ini selalu dibanggakan.
Ngobrol Ringan tentang Kehidupan
“Last chapter make people stronger”. Kalimat yang cukup mewakili betapa bagian ini sangat perlu diketahui banyak orang. Chapter yang terlihat begitu biasa nyatanya menjadi bagian terindah dalam buku ini.
Perasaan pembaca diombang-ambing dengan hikmah dari kisah-kisah yang mampu membuat takjub, tangis dan tawa. Teladan keikhlasan dan kesalahan seorang guru, bagaimana menjadi manusia yang mampu memanusiakan manusia lain, syukur, pejuang literasi dan keragaman dalam persatuan. Bagian yang paling membuat air mata berjatuhan adalah 27 Agustus tentang kisah Caca, putri komedian Komeng yang kini telah disisi-Nya (h.211).
Dalam satu buku ini begitu banyak emosi yang ada, menghantarkan pembaca menjadi manusia yang menghamba dengan sami’na wa ‘atho’na. Buku yang unik karena ditulis oleh dua penulis yang mempunyai cara pandang berbeda. Namun, mempunyai tujuan sama mengajak pembaca merubah cara pandangnya terhadap dunia.
Pesan nenek Kang Maman akan selalu terkenang, Hidup itu bukan tentang
siapa yang lebih duluan lahir dan lebih tua, atau lebih panjang umurnya. Tapi,
siapa yang lebih memberi manfaat kepada sesamanya (h. 213).
Intinya buku ini berpesan agar pembaca selalu berpikir positif dan bersikap optimis. Sesuatu yang mudah ditulis, namun sulit dikerjakan, bukan berarti lantas dihiraukan.
Sayangnya ada beberapa kata yang cukup asing dan sulit dipahami namun tidak disertai penjelasannya, sehingga ungkapan dan petuah yang bijak nan indah menjadi kurang termaknai. Alangkah lebih baiknya semua ungkapan atau kata yang mempunyai makna tersirat dan asing ada penjelasan yang membukakan pengetahuan baru bagi pembacanya, bukan menimbulkan tanda tanya.
Namun demikian setitik kealfaan tersebut tidak sedikitpun mengurangi kualitas karya ini. Buku ini sangat layak dimiliki dan dibaca oleh semua kalangan, tanpa mengenal usia. Khususnya anak muda yang mulai beranjak dewasa, dan sedang mengalami quarter life crisis.
Judul: #HIDUPKADANGBEGITU (Refleksi tentang Agama, Ilmu, dan Kemanusiaan)
Penulis: Nadirsyah Hosen & Maman Suherman
Ukuran: 14 x 21 Cm
Tebal: 238 halaman
Cetakan: Cetakan ke-1, Maret 2020
ISBN: 978-623-242-111-0
Penerbit: Mizan Publika
Peresensi: Nazilatus Syafa’ah