Mendalami Hakikat Seorang Manusia dari Prof. Hamka

Judul buku : Lembaga Hidup
Penulis : Prof. Dr. Hamka
Penerbit : Republika Penerbit
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2015
Cetakan :III
Jumlah Halaman : xii + 392 hal
Peresensi : Kris Listiyani Safitri

Buku berjudul Lembaga Hidup karya Prof. Dr. Hamka bercerita tentang hakikat seorang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan atau pun manusia sebagai khalifah (wakil Allah) di bumi. Buku ini menjelaskan mengenai asal-usul kelahiran manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan alam.

Analogi kisah yang tersaji dalam buku ini disampaikan secara apik sehingga menimbulkan ketertarikan bagi para pembaca untuk melanjutkan sub bab berikutnya. Analogi kisah bukan hanya datang dari para rasul dan para sahabat saja, tetapi juga datang dari para tokoh terkenal dunia.

Isi buku ini menginformasikan kepada para pembaca bahwa buku ini tidak hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan kaum muslimin tetapi juga untuk seluruh masyarakat dunia. Sebab buku ini menjelaskan asal-usul kedatangan agama-agama terdahulu sebelum datangnya Agama Islam.

Ada dua kutipan yang menarik dalam buku ini, kutipan yang pertama adalah ketika Rasulullah ditanya oleh seorang mukmin. Pertanyaannya seperti ini, ”Siapakah manusia yang paling engkau kasihi ya Rasulullah?” Lalu, beliau menjawab, “Manusia yang sanggup memberi manfaat kepada sesama manusia”. Orang mukmin itu bertanya kembali, “Lalu, apakah amalan yang lebih manfaat itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Memasukkan suka cita ke dalam hati sesama mukmin. Orang mukmin tersebut lanjut bertanya, “Dengan jalan manakah memasukkan gembira itu ya Rasulullah?” Lantas beliau menjawab, “Kenyangkan makannya, lapangkan kesempitannya, dan bayarkan utangnya”. (hlm. 29-30).

Dari kutipan di atas nampak bahwa begitu mulianya hidup seorang mukmin jika mengikuti anjuran Rasulullah tersebut. Karena, jika ketiga hal itu dilakukan oleh seorang mukmin, tentu kehidupan dunia akan jauh lebih damai dan tenteram. Terlebih, Rasulullah juga tidak mengkhususkan ketiga perilaku tersebut hanya dilakukan kepada kaum mukmin saja. Tentu hal ini akan berdampak positif bagi masyarakat Indonesia, di mana Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, suku, dan ras sehingga dapat memperkuat rasa toleransi antar warga negara.

Kutipan kedua datang dari kisah seorang mukmin bernama Saifullah Khalid bin Walid yang dijadikan sebagai panglima perang pada masa Abu Bakar. Namun, setelah Abu Bakar meninggal dan digantikan kekhalifaannya oleh Umar, Saifullah malah justru diberhentikan sebagai panglima perang dan hanya menjadi serdadu biasa. Jabatan sebagai panglima perang yang dulunya ia emban pun telah  digantikan oleh bawahannya yaitu Abu Ubaidah. Sebagai seorang mukmin, Saifullah menerima keputusan itu, tidak membantah. Ketika ditanyai orang tentang sikapnya itu, dia berkata “Saya berperang bukan untuk Umar tapi untuk Allah”. (hlm. 229).

Dari kutipan ini, dapat diketahui bahwa pemimpin sejati adalah seorang yang memiliki  jiwa pemimpin dan rasa ikhlas untuk berjuang di jalan Allah. Dalam hal ini, seorang pemimpin sejati tidak akan mengharapkan ketenaran dan pujian dari manusia lainnya. Jelas sikap ini berbanding terbalik dengan pemimpin lain pada umumnya. Karena tidak sedikit sosok pemimpin yang justru mengharapkan ketenaran dan pujian dari orang lain atas kepemimpinannya. Kutipan kedua ini mempunyai keterkaitan dengan kutipan pertama yaitu kebermanfaatan seorang mukmin untuk sekitarnya.

Anda yang membaca buku ini, tentu akan dapat memahami tujuan dari kelahiran manusia ke dunia, hak dan kewajibannya, serta pedoman hidupnya. Buku ini juga membuka cakrawala dunia, di mana kisah-kisah yang tersaji tidak hanya datang dari kaum muslimin tetapi juga datang dari tokoh-tokoh lain di seluruh dunia. Meskipun buku ini secara keseluruhan menggambarkan tentang para tokoh Islam beserta perilakunya.

Buku ini menjelaskan bahwa pribadi manusia mempunyai dua pertanggungjawaban di dunia. Pertanggungjawaban pertama kepada dirinya sendiri yaitu dengan berusaha menjaga kesehatannya, hidupnya, dan kesempurnaannya. Pertanggung jawaban kedua adalah kewajiban terhadap masyarakat, bekerja untuk kemanfaatan dan kesempurnaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat adalah kebahagiaannya. Dengan kata lain, semua buat yang satu atau yang satu buat semua. Hal ini juga berarti, seorang wajib berkorban untuk kepentingan masyarakat serta masyarakat juga wajib melindungi orang itu.

Selain itu, seorang manusia yang lahir di dunia ini juga diberi hak oleh masyarakat, diakui hak itu oleh undang-undang dan dihormati oleh hukum. Hak-hak yang diberikan itu adalah: kemerdekaan diri, kemerdekaan hak milik, kemerdekaan menangkis serangan, dan kemerdekaan mencari rezeki.

Sedangkan, kewajiban manusia dengan Tuhannya adalah merasa rendah diri di hadapan kebesaran Allah. Sehingga manusia wajib untuk menyingkirkan diri daripada sifat hasad dan dengki, angkuh dan takabur.

Dalam kehidupan, manusia juga berkewajiban membuka pintu hati untuk saling mengasihi dan tolong menolong dengan sesama makhluk. Cinta dan ikhlas kepada hikmat dan kepada kemanusiaan, menyukai perbuatan jujur dan benarr, dan menjunjung rasa kemanusiaan dan budi. Hal ini nantinya akan mendorong manusia untuk mulai menghormati sesama manusia, walaupun berlainan agama. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

“Tidak ada paksaan dalam agama”, (Q.S. Al-Baqarah (2): 256)                                                                                                                                                                                                                               
“ Katakan olehmu Muhamad, bahwa telah datang kebenaran dari Tuhanmu, maka siapa saja yang sudi, berimanlah dan siapa yang tidak sudi menurut, tolaklah,” (Q.S. Al-Kahfi (18): 29)
Sedikit Catatan

Bahasa yang tersaji dalam buku ini benar-benar harus dipahami. Karena bahasanya sedikit berbeda dengan buku pada umumnya. Ketika seseorang membaca buku ini tidak dalam  konsentrasi penuh maka sulit untuk dicerna. Dalam buku ini, antar bab juga saling berkaitan dan bergantung satu sama lain sehingga harus dibaca menyeluruh tidak perbab.

Secara sekilas, dilihat dari pengarang maupun judulnya, sudah pasti buku ini menjelaskan mengenai agama Islam berikut dengan syariat-syariat di dalamnya. Namun, pada dasarnya buku ini juga menjelaskan mengenai seluk beluk agama lain.

Di bagian awal buku ini juga menjelaskan hakikat manusia seutuhnya dari sudut pandang agama yang dianalogikan dari kisah para sahabat nabi dan tokoh-tokoh berpengaruh di dunia. Sedangkan, di bagian akhir buku menerangkan mengenai asal-usul agama lain yang datang sebelum agama Islam. Maka dari itu, buku ini wajib dibaca dan dijadikan pedoman bagi kehidupan manusia dalam kesehariannya.