Mengenal Dunia Kiai


Sebuah buku karya seorang santri yang merasakan tinggal di pondok pesantren sejak kecil, hingga bertahun-tahun sampai ia dewasa. Tercatat ia pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren TP al-Hidayah Batang, Pondok Pesantren Darul Falah Amtsilati Jepara dan Pondok Pesantren al-Fadlu Kaliwungu Kendal. Terlebih, ia terlahir pula dari keluarga “ndalem” (read: keluarga yang mengasuh Pondok Pesantren) menjadikan penulis buku ini (Zaim Ahya) kaya akan kisah-kisah para kiai dan seperti apa kehidupan di Pondok Pesantren.

Buku “Dunia Kiai: Sehimpun Keteladanan Orang Pesantren” ini berisi bunga rampai tentang para kiai Nusantara yang sangat patut untuk diteladani akhlaknya, tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh para kiai kepada santri-santrinya dan bagaimana kehidupan para kiai yang patut untuk pembaca teladani.

Salah satu tokoh kiai yang ditulis dalam buku ini adalah Kiai Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur. Kisah Gus Dur memang selalu asyik dan menarik untuk dibaca, apalagi dalam buku ini ada kisah Gus Dur yang jarang di eskpos oleh media.

Seringnya media mengekspos kisah-kisah Gus Dur sebagai Bapak Humanis, atau sebagai Bapak Tionghoa, Bapak Minoritas, dan masih banyak lainnya, namun dalam buku ini penulis menyuguhkan kisah “Gus Dur Kiai Vespa” (h.11), yang menceritakan tentang kisah beliau ketika awal kehidupan berumah tangga. Dulu Gus Dur sering keliling membawa sekitar 15 termos yang berisi es lilin dan ditaruhnya termos tersebut di beberapa titik untuk dijual karena keadaan ekonomi yang masih pas-pasan.

Selain itu di bagia lain penulis juga menceritakan bahwa Gus Dur ini “ngefans” dengan Abu Nawas. Siapa yang tidak mengenal Abu Nawas, seorang tokoh yang sangat populer karena kejenakaannya. Begitu juga dengan Gus Dur yang sangat khas sekali dengan guyonannya, hal ini disampaikan oleh istri beliau Ibu Sinta Nuriah dalam acara Kick Andy. Ketika ditanya apa sih yang susah ditiru dari Gus Dur, beliau menjawab “humor-humornya Gus Dur”.

Selain Gus Dur, penulis juga menceritakan tentang pengalaman-pengalaman pribadi penulis bersama Kiai Dimyati Rois. Lalu kisah Kiai Maksum, Kiai Anwar dan kiai-kiai lainnya yang menunjukkan kekhasan sendiri-sendiri. 

Misalnya pada halaman 67 dengan judul “Kiai Ali Maksum, Gus Dur dan Kebebasan Membaca Buku”. Dalam sub bab itu diceritakan bagaimana Kiai Ali Maksum meminta santri-santrinya untuk banyak-banyak membaca buku, bahkan buku-buku yang pada umumnya tidak dibaca oleh orang-orang kalangan santri NU seperti karya Muhammad Abduh. Kenapa? Tanya Gus Dur saat itu. Alasannya adalah agar kader-kader NU memiliki wawasan yang luas dan pemikirannya matang.

Hal itu menjadi daya tarik yang khas. Dan rupa-rupanya Gus Dur juga memiliki kebiasaan yang demikian, beliau gemar sekali membaca buku. Buku yang beliau baca pun beraneka ragam seperti buku karya Lenin, Marx, William Faulker, dan masih banyak lagi. 

Gus Dur gemar sekali membaca buku di mana saja, bahkan ketika menunggu bus, Gus Dur sering membaca. Jika tidak ada buku, potongan koran pun juga beliau baca. Kekuatan beliau dalam membaca buku harusnya bisa menginspirasi generasi-generasi muda saat ini.

Dalam buku Dunia Kiai ini juga mengisahkan bagaimana kehidupan di Pondok Pesantren yang penulis lakoni selama ini, seperti yang tertuang pada halaman 73 “Pesantren dan Bahtsul Matsail” dan halaman 95 “Ketika Santri Menemukan Kesalahan Redaksi dalam Kitab Kuning”. Dalam artikel tersebut penulis menuangkan pengalamannya ketika “nyantri” dan itu bisa menjadi gambaran pada pembaca yang belum pernah nyantri atau sudah tidak bisa lagi memiliki kesempatan untuk nyantri.

Selain memiliki kelebihan, kekurangan yang ada dalam buku ini adalah ada beberapa artikel yang kurang luas penjabarannya. Seperti pada artikel halaman 15 “Di Sawah, Kiai Ajarkan Metode Berdakwah”, artikel ini hanya ditulis 1,5 halaman dan tidak disebutkan siapa nama kiai yang ditulis oleh penulis. 

Penulis hanya menulis “Kiai kami yang usianya sudah menginjak 70 tahun”. Hal ini membuat pembaca penasaran sebenarnya siapa kiai tersebut dan makna apa yang tersirat dari nasehat kiai tersebut tentang analogi mencangkul tanah dengan metode berdakwah. 

Nanum, lantaran penulisnya adalah kawan sendiri, saya pun mengkonfirmasi tentang siapa kiai yang dimaksud dalam cerita di atas. Kata penulis, kiai dalam kisah tersebut adalah Kiai Haji Dimyati Rois. Ketidaktercantuman nama beliau kerena khilaf yang terjadi saat editing.

Setidaknya gambaran di atas adalah beberapa hal yang saya dapat dari membaca buku Dunia Kiai ini. Mungkin saja, saat Anda membacanya, yang akan didapatkan pun berbeda.Bukankah begitu?

Penulis : Zaim Ahya
Ukuran : 14 x 21 cm
Tebal : 104 halaman
ISBN : 978-623-91105-7-4
Terbit : Juli 2019
Erlina Anggraini (Mahasiswa Master of Developmental and Educational PsychologyDi Northeast Normal University (NENU), China)

Tulisan Erlina Anggraini lainnya