Gus Nadhir: Tidak Perlu Khawatir Banyak Tafsir Berbeda


Judul Buku : Tafsir Al-Quran di Medsos: Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci Pada Era Media Sosial
Pengarang : Prof. H. Nadirsyah Hosen, Ph.D
Penerbit : Penerbit Bunyan (PT Bentang Pustaka)
Tempat Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2017
Cetakan : Pertama, September 2017
Jumlah halaman : xii + 280 halaman
ISBN : 978-602-291-422-8
Resensator : Erlina Anggraini

Sebuah karya yang sangat menarik dari seorang penulis masyhur yang merangkap sebagai Rois Syuriah PCI NU Australia dan New Zealand, Australia, Nadirsyah Hosen, yang akrab disapa Gus Nadir. Dosen Monash Law School of Monash University ini adalah putra bungsu dari Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML. yang lahir pada 8 Desember 1973.

Gus Nadir adalah sosok tokoh muslim kontemporer yang menguasai ilmu tafsir, fiqh, ushul fiqh dan hukum islam, beliau juga aktif menebar ilmu dan kedamaian melalui berbagai tulisan maupun ceramahnya. Pemikiran beliau yang selalu segar dan mencerahkan seputar isu-isu yang terjadi di masyarakat menjadikan beliau banyak digemari oleh berbagai kalangan baik di dalam negeri maupun mancanegara.

Kali ini, putra bungsu dari pendiri dan rektor pertama Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) dan juga Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) ini menyuguhkan sebuah buku berjudul “Tafsir Al-Quran di Medsos: Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci pada Era Media Sosial”. Karya ini hadir untuk menanggapi keadaan sosial saat ini dimana media sosial menjadi “makanan pokok” oleh hampir seluruh penduduk di muka bumi.

Hampir segalanya bisa kita temukan di media sosial, begitu juga dengan hal-hal terkait ajaran Islam. Gus Nadir menyatakan, di media sosial saat ini kualifikasi dan hirarki keilmuan menjadi runtuh, tidak tahu mana yang benar-benar ustaz dan mana yang ustaz “bener-bener, deh”.

Media sosial sesak dengan berbagai macam berita dan informasi terkini, semua orang dari semua lini memiliki yang hak sama untuk berpendapat dan menulis pemikiran mereka. Akibatnya bukan hanya sekedar para ulama dan para cendekia bisa berkomentar mencerahkan umat, tetapi juga sebaliknya, orang lulusan SMP pun bisa menghina para guru besar.

Gus Nadir adalah penulis yang sangat aktif, sebagai seorang dosen kelas internasional beliau tidak hanya menulis karya-karya ilmiah seputar hukum Islam dan sejarah Islam,  melainkan beliau juga aktif menulis sejumlah artikel tentang Al-Qur’an dan tafsirannya di media sosial yang beliau punya seperti facebook, blog dan twitter. Pengikutnya di akun Twitter @na_dirs sendiri sudah mencapai ratusan ribu.

Apa pentingnya membaca karya Gus Nadir bagi masyarakat muslim secara umum dan bagi generasi muda muslim secara khusus? Gus Nadir banyak merujuk pada kitab-kitab tafsir ulama klasik dan modern dalam memaknai ayat-ayat al-Qur’an. Tokoh-tokoh yang beliau jadikan rujukan juga memiliki pandangan yang berbeda-beda, dari Sunni hingga Syi’ah. Hal itu menjadikan tulisan beliau menjadi sangat padat dan kaya “nutrisi”. Inilah yang membuat karya Gus Nadir cocok untuk Indonesia yang memang beragam.

Beliau mengatakan bahwa kita tidak perlu khawatir dengan banyaknya tafsir al-Quran yang berbeda-beda, dan tidak perlu risau metode mana yang terbaik, sebab semua metode tafsir bertujuan menyingkap cahaya al-Quran. 
Bukan hanya ayat-ayat Al-Quran saja, melainkan juga kata per kata seperti “kalamullah” (perkataan Allah) pun dijelaskan berdasarkan kitab-kitab klasik seperti Syarh Tanqih Al-Fusul (1973), Nihayah Al-Sul (1984), dan Usul Al-Fiqh Al-Islami (1986).

Melalui tulisan Gus Nadir, memahami ayat-ayat al-Quran dari berbagai pendapat sesuai konteks jaman sekarang ini menjadi ringan dan lebih mudah dipahami. Ini merupakan indikasi bahwa beliau memiliki ilmu yang luas dan mendalam, sebab mampu mengulas dengan detail beberapa pembahasan dari kitab-kitab klasik ke dalam konteks masa kini. Bukan hanya itu, pembaca juga akan dipandu untuk memahami metpde-metode tafsir dan mengenal para penafsir al-Quran di sepanjang peradaban Islam.

Tidak hanya memaparkan hal-hal terkait tafsir ayat-ayat al-Quran, dalam buku ini juga beliau menyajikan sebuah puisi berjudul “Berasyik-Masyuk dengan al-Quran” (h.48). Gus Nadir menyatakan bahwa sejatinya al-Quran adalah kalam cinta Ilahi, yang indah dan mendamaikan, jika kita mampu mencernanya lebih mendalam. Selain itu, beliau juga memaparkan kisah-kisah para sahabat untuk bisa dipetik hikmah dan kebaikannya.

Pada bagian kedua, beliau menulis tentang tafsir ayat-ayat politik, yakni ayat-ayat al-Quran yang dijadikan “alat” untuk menyerang pihak lain seperti tafsir dari kata awliya dan asbabun nuzul dalam QS. Al-Ma’idah (5): 51 berdasarkan 10 kitab tafsir, yakni Tafsir Al-Baidhawi, Tafsir Fi Zhilail Qur’an, Tafsir Jalalain, Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, Tafsir Al-Khazin, Tafsir Al-Biqa’i, Tafsir Muqatil, Tafsir Sayyid Thantawi, Tafsir Al-Durr al-Mansyur, Tafsir Ibn Katsir.
Luasnya samudera ilmu Gus Nadir tentang tafsir, sejarah-sejarah Islam, dan hal lainnya  menjadikan tulisan-tulisan beliau selalu dinanti-nanti oleh penikmatnya. Cara beliau menuangkan kata sungguh lugas dan padat makna. Sebagai penutup, berikut ada bagian dari kesan beliau terhadap sejumlah kitab tafsir,

Membaca Tafsir Fi Zhilalil Quran karya Sayyid Qutb itu kesannya seperti baca pidato, penuh dengan titik-titik kayak ada kalimat yang tidak tuntas.
Membaca tafsir al-Mawardi itu seperti baca ringkasan singkat pendapat para ulama yang sudah dibahas dalam tafsir al-Thabari.
Membaca tafsir Jalalain itu seperti sedang mengeja makna kata demi kata.
Membaca tafsir Ibn Katsir itu seperti sedang membaca cerita pendek.

Untuk selengkapnya silahkan dibaca buku Tafsir Al-Quran di Medsos: Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci  pada Era Media Sosial karya Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, L.L.M., M.A. (Hons), Ph.D.