Tentang Manusia Abad 21



Judul : 21 Adab untuk Abad ke 21
Penulis : Yuval Noah Harari
Penerbit : Globalindo
Cetakan : Pertama 2018
Jumlah Halaman : xv + 392 halaman
ISBN : 978-602-61663-5-7
Peresensi : Khoiri Habib Anwari

Tiga buku terakhir yang lahir dari pemikiran Yuval Noah Harari diakhiri dengan buku yang berjudul 21 Lesson; 21 Adab untuk Abad ke-21 yang diterbitkan di tahun 2018 lalu. Tetapi barangkali jika saudara berkunjung ke situs wiki atau pangkalan data mengenai identitas Yuval, memang belum banyak penambahan informasi terkait prestasi atas penulisan buku yang terakhir ini.

Buku pertamanya, Sapiens yang berbicara mengenai sejarah masa lalu umat manusia, dan mencoba memeriksa perkembangan seekor kera yang dianggap tidak penting menjadi penguasa planet bumi, sedangkan buku kedua, yaitu Homodeus berbicara mengenai eksplorasi masa depan kehidupan manusia jangka panjang, merenungkan bagaimana manusia akhirnya bisa menjadi tuhan, dan apa yang mungkin menjadi takdir akhir dari kecerdasannya. Dan 21 Lesson; 21 Adab untuk Abad ke-21, berbeda pembahasan dan jauh dari pembicaraan  sejarah manusia, melainkan lebih fokus ke beberapa pelajaran untuk Abad ke-21.

Menurut saya, Yuval berusaha membuat suatu benang merah dari yang dia tuliskan. Buku ketiga yang mungkin pernah ada ditangan saudara adalah usaha Yuval yang ingin memperbesar gambaran pada persoalan masa kini dan agenda masa depan manusia. Meski, buku tersebut tidak membicarakan sejarah manusia, tapi minimal buku tersebut lahir sebagai pelajaran atas kemungkinan yang terjadi dari perilaku manusia kini dan masa mendatang.

 Barangkali pelajaran tersebut dihadirkan secara tidak praktis, namun disajikan sebagai stimulus agar pembaca berpartisipasi dalam beberapa percakapan di era ini.
“ Secara garis besar, buku ini menanggapi perspektif global, tetapi tidak menegasikan perspektif tingkat personal. Beberapa bagian membahas hubungan antara revolusi besar di abad ini dan kehidupan internal individu. Yuval dapat mentransformasikan perpektif global menjadi personal. ”  hlm. X

Melalui buku ketiga dari hasil percakapannya dengan publik, terutama tanggapan atas pertanyaan yang ia terima dari pembaca, jurnalis, dan beberapa koleganya, Yuval mengawali beberapa pembahasan dalam bukunya terkait tantangan dalam hal Teknologi, Politik, Agama dan  beberapa variabel terkait ketiganya. Dan memang ketiga hal tersebut seringkali hadir dalam perbincangan di abad ini.

“ Buku ini telah ditulis berdasarkan percakapan dengan publik. Banyak dari bab-bab disusun sebagai tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang saya diterima dari pembaca, jurnalis, dan beberapa kolega Yuval ” hlm. 348

Buku 21 Lessons; 21 Adab untuk Abad ke-21 ini mulai saya baca tatkala beberapa minggu setelah selesainya pilpres 2019. Minggu-minggu yang ditengarai dengan menemukan kebenaran informasi hal-ihwal kontesasi politik ibarat mencari jarum dalam gunungan jerami, pasalnya beberapa informasi di mediapun kadang saling bertolak belakang.

 “Ketika seribu orang percaya pada beberapa cerita yang dibuat-buat selama satu bulan, itu berita palsu. Ketika satu millyar orang percaya pada cerita yang dibuat-buat selama seribu tahun, itu adalah agama.” Hlm 20.

Kita seringkali dihadapkan dengan berbagai framing dalam pemberitaan, ruang publik dibanjiri dengan berbagai informasi yang kadang tidak relevan. Seringkali, kita tidak memperhatikan bahwa perdebatan sedang berlangsung, atau apa persoalan utamanya.
Kita pun tidak sempat untuk melakukan penyelidikan, karena kita memiliki banyak hal yang mendesak untuk kita diselesaikan secepatnya dari pada memikirkan krisis demokrasi liberal. Lalu, siapa yang berperan atas informasi yang beredar? siapa yang akan bertanggung jawab?

 “ Didunia yang dibanjiri oleh informasi yang tidak relevan, kejelasan adalah kekuatan.” (hlm. ix)

Manusia di anugerahi kemampuan untuk membaca keadaan alam, dan teknologi lahir dari pengamatan manusia terhadap fenomena yang terjadi. Alhasil, pengamatan yang terjadi dari sekian ratus tahun itu berbagai teknologi lahir. Hingga pada abad ini muncul jargon Revolusi Industri 4.0 yang pembahasan di dalamnya menyinggung perihal teknologi, perbincangan mengenai Artificial Intellegence, Big data, Advanced robotic dll. 

Namun bagaimana perilaku penduduk bumi ketika ketiga hal tersebut bersatu membentuk sebuah era baru. Era dimana perkembangan infoteknologi dan bioteknologi hadir bersama mengiringi berbagai kepercayaan yang sudah ada sebelumnya, agama.

Algoritma dari pembacaan sebuah Big data dianggap Yuval lebih jitu untuk menyatukan manusia. Yuval menyatakan “Orang-orang memang masih memiliki agama dan identitas nasional yang berbeda. Tetapi ketika menyangkut hal-hal praktis, bagaimana membangung negara, ekonomi, rumah sakit, atau bom, hampir semua dari kita masuk dalam peradaban yang sama.” hlm. 116. Tetapi, mari kita sedikit rasan-rasan, apakah cukup hal-hal praktis tersebut memecahkan persoalan kita di masa depan??

Argumen yang dibawa Yuval sekilas memang seperti kebanyakan kaum sekuler; meyakini bahwa agama tak cukup mampu menciptakan dunia yang lebih baik. Terlebih dengan algoritma, kehidupan sebenarnya bisa dijalani dengan mengoptimalkan peran teknologi dan media. Kemampuanya tak hanya memuaskan rasa keingintahuan, tapi juga rasa penasaran.

Memang, Yuval tidak menolak Agama tetapi memastikan dengan kerendahan hati untuk menghormati pilihan manusia. Walaupun begitu, Yuval beranganggapan bahwa hal-hal praktislah yang mampu menyelesaikan persoalan di masa mendatang.

Sebenarnya kita tidak bisa menyederhanakan rumitnya persoalan pada satu atau dua penyebab utama. Kita butuh kerendahan hati, bahwa dunia memang selalu menyimpan sumber masalahnya sendiri, minimal kesadaran bahwa permasalahan di dunia akan terus ada.

Secara kualitas buku ini menarik, karena menghadirkan berbagai pelajaran. Tetapi ketika pelajaran agama dianggap kurang mumpuni dalam menyelesaikan permasalahan, maka kita perlu bertanya, apakah Yuval sudah mempelajari prinsip di setiap agama? bahwa agama juga menghimbau umat manusia untuk selalu melakukan kebaikan kepada sesama dan selalu menghimbau umat manusia agar terus berpikir mengenai penciptaan alam ini.