Tipologi dan Respon Terhadap Informasi Menurut al-Quran


Judul        : Tipologi dan Respon Terhadap Informasi Menurut al-Quran
Penulis     : Zaim Ahya
Penerbit    : Guepedia the first-On Publisher in Indonesia
Cetakan    : Tahun 2019
Tebal        : 156 halaman
ISBN        : 978-623-91101-5-4
Peresensi  : Ahmad Sajidin


Relevansi Al-Quran di Era Informasi


Al-Quran sebagai kitab sucinya orang Islam disebutkan sebagai kitab sempurna yang relevan di sepanjang zaman dan berlaku di belahan bumi manapun. Relevansi tersebut tentu tidak lepas dari peran para mufasir dalam menafsiri ayat-ayat Al-Quran, agar secara makna teks bisa selalu kontekstual. Lewat buku ini Zaim Ahya, mengutip berbagai ahli tafsir seperti At-Tabathaba’i, M. Quraish Shihab, al-Maraghi, al-Ghazali, dll untuk mengulas secara rinci bagaimana al-Quran mengklasifikasikan tipe informasi dan memberikan respon terhadap informasi.

Indonesia adalah Negara dengan pengguna media sosial terbanyak ke empat dunia, setelah Amerika serikat (194 juta), India (130 juta), dan Brazil (102 juta). Maka banjir informasi di era digital menjadi keniscayaan.
“Jika dulu sebelum abad 21 dimana era virtual belum menjamur, manusia harus pro aktif untuk mencari informasi, sekarang justru kebalikanya, informasi yang menghampiri manusia” Jean Baudrilard.

Penyebab dari banjir informasi tidak terlepas dari motif informan (bisa pemilik media, wartawan, influencer media sosial, buzzer) yang bertujuan menginformasikan untuk memberitakan hal-hal penting dan bermanfaat, menggunakan kaidah dan etika jurnalistik dan komunikasi yang baik. Namun, jika motifnya adalah untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, maka informasi yang disajikan hanya mengejar banyaknya pembaca –meski hal itu ditempuh dengan memberitkan hal yang tidak penting dan berita bohong sekalipun.

Disinilah pentingnya buku ini hadir ditengah gencarnya arus Informasi yang membanjiri smartphone kita, Zaim secara detail menuliskan pedoman dari Al-Quran untuk mengetahui tipolologi dan respon terhadap informasi. Diawali dengan pemaparan budaya masyarakat kita yang tidak kritis dan sering membagikan informasi yang belum jelas kebenaranya, serta banyaknya hoax yang bertebaran, belum lagi persoalan ujaran kebencian yang sering memecah belah persaudaraan. Zaim mengingatkan kita untuk mencari solusi melalui Al-Quran.

Dalam buku ini dijelaskan bahwa al-Quran mengkategorikan informasi kedalam empat term beserta makna dan karakteristiknya. Pertama naba’, lalu khabar, hadis dan terakhir ifk.

Naba’. Menurut al-Rahib al-Asfihani, adalah berita atau informasi yang tidak mengandung kebohongan, seperti berita mutawatir yang datang dari Allah atau nabi Muhammad.

Senada dengan pendapat tersebut M. Quraish Shihab, ia mengatakan bahwa suatu pemberitaan masuk dalam kategori naba’ bila berita tersebut berasal dari Allah, atau berita tersebut termasuk berita penting. Kata naba’ di al-Quran disebut sebanyak 29 kali, 17 dalam bentuk (mufrod), 12 dalam bentuk (jama’). Naba’ sendiri punya karakteristik khusus yaitu, informasi yang penting dan diduga kuat kebenarannya. Informasi berupa naba’ ini terbagi kedalam tiga macam jenis, yaitu informasi keadaan umat terdahulu, informasi masa depan, dan informasi tentang sosial kemasyarakatan.

Kedua, khabar. Menurut Ibnu Mandzur dalam kamus Lisanul Arab, khabar bermakna informasi (naba’). Menurut M. Quraish Shihab Khabar digunakan untuk berita secara umum, baik penting ataupun tidak. Di al-Quran disebutkan sebanyak 52 kali, dengan berbagai bentuk khabar yang berbeda beda. Bentuk tunggal dan plural, bentuk tunggal terdapat dalam surat an-Naml ayat 7. Pada ayat ini diceritakan waktu nabi Musa bersama keluarganya di padang pasir, lalu nabi Musa melihat api.

Menurut at-Thabathaba’i yang dimaksud keluarga pada ayat ini adalah istri nabi Musa, berkata pada istrinya, bahwa akan membawa berita tentang yang dilihatnya, atau justru membawa api tersebut untuk mengahangatkan badan. Penggunaan kata aw ini sebagai bentuk kehati-hatian nabi Musa. Beliau tidak memastikan akan membawa bara api, atau informasi yang diharapkan. Ini sebagai cerminan seorang mukmin yang tidak bisa memastikan masa depan-apalagi dengan informasi yang sifatnya masih dugaan- kecuali dengan mengaitkanya kepada Allah.

Ketiga, Hadis. Dalam al-Quran term hadis juga digunakan untuk menunjuk beragam berita atau informasi. Dalam penelusuran penulis yang termasuk paling mendekati dan tergolong informasi tidak penting, salah satu bentuknya terdapat dalam term hadis ini, yaitu dalam bentuk laghw hadis. Laghw hadis ini berisi tentang informasi yang tidak penting, dalam al-Quran terdapat pada surat Luqman ayat 6 yang artinya “dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan”.

Keempat, ifk’. Istilah ini mempunyai makna berpaling atau dusta, jadi informasi palsu atau berita bohong dikategorikan sebagai ifk’ dalam bahasa sekarang disebut hoax. Dalam suatu kisah dicontohkan tentang bagaimana informasi palsu digulirkan oleh Abdullah bin Ubay yang mengabarkan bahwa Siti Aisyah telah berbuat maksiat dengan Safwan bin Mu’attal. Faktanya adalah Siti Aisyah tertinggal oleh rombongan saat menuju madinah, Aisyah yang waktu itu kalungnya terjatuh kemudian dia mencari kalung tersebut, namun para pembawa tandu mengira Aisyah sudah berada didalam tandu, hingga akhirnya tertinggal oleh rombongan.

Kemudian, Siti Aisyah menunggu di tempat tersebut sampai tertidur, secara tidak sengaja Safwan dalam rombongan tersebut juga tertinggal hingga akhirnya dia mengawal Siti Aisyah untuk melanjutkan perjalanan sampai Madinah. Berita ini sempat membuat rumah tangga Rasulullah terganggu, setelah peristiwa ini kemudian turun surat an-Nur ayat 11-12 yang  menjelaskan bahwa berita bohong itu datang dari golonganmu (munafik), dan setiap mereka yang paling berperan menyebarkan berita tersebut akan mendapatkan azab yang besar.

Dari keempat term tersebut al-Quran memberikan solusi tentang bagaimana sebaiknya dalam merespon informasi. Mulai dari keterbukaan dalam menerima informasi agar kita bisa terbuka pikiranya, sehingga mampu untuk menguji validitas informasi tersebut.

Selanjutnya, menyeleksi informasi untuk mengidentifikasi apakah informasi itu benar-benar kita butuhkan atau tidak. Kemudian proses verikifikasi, al-Quran menyerukan untuk bertabayyun (mencari data dan fakta), untuk membuktikan apakah berita tersebut benar atau bohong. barulah ketika sudah melalui beberapa tahapan diatas kita dapat memutuskan akan menyebarkan informasi atau tidak.

Buku ini sangat cocok bagi kita para pengguna aktif media sosial dan siapapun konsumen informasi, agar lebih cermat dalam memilih informasi sesuai yang dibutuhkan sehingga bisa mendatangkan manfaat. Sehingga kita tidak menyebarkan informasi palsu yang tidak menyehatkan untuk dikonsumsi.

Bahasa yang digunakan dalam buku ini juga mudah untuk dipahami, saat sedang bersantai buku ini cocok dibaca sebagai modal melindungi pikiran kita dari informasi yang tidak benar dan kurang bermanfaat. Soal kekurangannya mungkin di bab awal dan bab-bab akhir masih banyak terdapat kata-kata yang salah ketik, hal ini diperlukan fokus tersendiri bagi para pembaca untuk bisa mencocokkan bahasa yang benar dari penulisan kata yang salah ketik tersebut.