Cara Menumbuhkan Anak dengan Cinta


Judul : Keluarga Kita (Mencintai dengan lebih baik)
Penulis : Najelaa Shihab
Penerbit : Buah Hati
Cetakan : Cetakan pertama tahun 2017
Tebal : 196 hal
ISBN : 978-602-7652-94-1
Peresensi : Ifadatil Ma’adah

“Ini bukan soal banyaknya cinta, tapi tentang memilih mencintai dengan lebih baik”
Sebuah karya yang sangat menarik dari seorang akademikus, psikolog dan penulis yang peduli terhadap pendidikan. Najelaa Shihab mendedikasikan karya-karyanya untuk reformasi pendidikan, mendirikan sekolah Cikal, dan menginisiasi berbagai organisasi pendidikan di Indonesia. Melalui karyanya kali ini ia menebarkan ilmunya untuk para orang tua, guru dan pendidik tentang bagaimana cara membentuk anak yang bahagia, mandiri serta cerdas.

Buku ini penuh akan prinsip nilai dan data-data. Dikemas dalam bentuk question and answer mengenai sejumlah masalah yang biasa terjadi di kehidupan sehari-hari, serta memberi gambaran solusi konkret bagaimana merespon perilaku anak dengan positif dan bijak. Melalui buku ini pembaca akan belajar tentang cara mendidik dan mencintai anak dengan lebih baik. 

Salah satu poin penting dalam pengasuhan anak adalah bahwa anak itu ditumbuhkan, bukan dicetak (h. 7). Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipegang orang tua, pertama tentang belajar sepanjang masa. Kedua, mengharapkan hal-hal terbaik dari anak dan merajut impian yang tinggi. Ketiga,  tentang kepercayaan orang tua akan keberhasilan anak, menerima apa adanya tanpa drama, tidak takut salah, serta asyik bermain bersama. 

Hubungan Reflektif
“Orang tua punya pilihan setiap kali berinteraksi dengan anak; biasakan memilih cara yang merangsang komunikasi yang baik dan mendukung” (h. 36 ).
Seperti merefleksikan pengalaman dari sekedar nasihat. Melakukan observasi daripada interogasi, menunjukkan empati dari pada menolak/ mengalihkan isu serta memberi pilihan dari hanya sekedar perintah, Beberapa teknik komunikasi juga dibahas, seperti mengungkapkan kebutuhan diri tanpa menyerang dengan i-message (h. 40). Cara mengatasi masalah dengan belajar resolusi konflik, memecahkan masalah dan membuat anak belajar dari kesalahan. Sesuatu yang penting, tapi masih jarang dipraktikan.

Bukan itu saja, humor dan bermain juga menjadi bagian penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis. Orang tua dapat bercerita dan membaca dengan berbagai bentuk, bermain peran dan pura-pura, “menghidupkan” benda mati, bermain drama dan masih banyak permainan yang bisa dipakai untuk menciptakan kebahagiaan di keluarga. Tentu saja yang utama bagi orangtua menghindari bermain dengan gawai pintarnya sendiri. 

Salah satu keunggulan di buku ini adalah Najelaa mencoba memberi penjelasan tentang anak dan dunianya secara komprehensif, tidak hanya aspek sosio-emosional tapi juga aspek kognitif, fisik, serta bahasa (h. 52). Dilengkapi dengan tahap perkembangan anak usia 1 sampai 12 tahun, sebagai panduan orang tua dalam mengasuh.

Hampir semua orang tua ingin melihat anak sukses dalam hidup secara mandiri. Disiplin dan secara positif menekankan komunikasi, membahas kesepakatan dan konsekuensi serta menyatakan dukungan yang tepat (h. 114). Dimana dorongan dalam diri internal anak lebih ditekankan untuk melatih kesadaran diri, bukan dorongan eksternal yang didapat dari rasa takut dan terancam. 

Membandingkan anak sendiri dengan anak lain tidak efektif sebagai modal motivasi anak. “Sedangkan pola belajar yang konvensional yang tujuannya menghukum atau menyogok mengajarkan anak untuk sekedar patuh pada figur atau di luar dirinya, tanpa kesadaran akan manfaat, yang ditumbuhkan adalah kecenderungan negatif, kontrol orang tua yang berlebihan, dan ketergantungan anak pada orang lain, serta tidak percaya diri”.

Selain itu, kemarahan yang tidak terkendali dan berulang dapat meningkatkan risiko kekerasan dalam keluarga. "Marah adalah emosi yang wajar, bahkan perlu dirasakan anak. orang tua yang mampu berespon dengan tepat pada emosi anak, bukan emosinya sendiri, akan menjadi contoh yang bermakna seumur hidup anak" (h. 120).

Diterangkan juga bagaimana cara mengelola emosi, merespon anak saat marah, kapan memberi konsekuensi dan kapan memberi hukuman. Perlu diingat konsekuensi tidak sama dengan hukuman, begitupun dengan hadiah tidak selalu berarti dukungan, karena hadiah adalah faktor eksternal dan itu bertentangan dengan cara bijak memuji anak. Najelaa juga mengajari tentang bagaimana dan kapan memberikan konsekuensi-konsekuensi akibat hukuman atau ancaman. 

Belajar Efektif

Najelaa menegaskan bahwa keberhasilan sesungguhnya adalah perilaku dan karya, karena hasil keduanya butuh keseluruhan hasil belajar, maka belajar harus menyenangkan dan perlu tantangan. Selain itu, dalam pendidikan dan pekerjaan masa depan, ketrampilan bertanya jauh lebih penting daripada kemampuan menjawab. Proses belajar diawali dan diakhiri dengan pertanyaan (h. 145). 

Salah satu hal yang jarang diajarkan orang tua kepada anak adalah tentang restitusi, yaitu proses mengajarkan anak untuk memperbaiki kesalahan. Hal ini perlu dilatih, sebagian besar kita hanya menyuruh anak meminta maaf padahal hal ini tidak cukup untuk menjadi bahan pelajaran. Banyak anak justru memanfaatkan kata maaf sebagai solusi instan, seolah-olah masalah selesai dengan pernyataan maaf yang bahkan kadang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Menteri pendidikan RI, Nadiem Makariem, mewacanakan salah satu produk pendidikan yang berbasis Literasi numerasi yaitu, satu ketrampilan dasar untuk memecahkan suatu masalah, berkomunikasi dengan simbol serta berbagai hal esensial untuk pendidikan lanjutan dan pekerjaannya (h.162).

Literasi mengasah kemampuan perencanaan dan pemecahan masalah anak, terampil berpikir terstruktur dan dapat menyampaikan gagasan dengan baik. Bagi pasangan muda yang baru berkeluarga, ini adalah tangga untuk mendaki ke bangunan yang lebih tinggi selanjutnya. Untuk selengkapnya silahkan dibaca buku Keluarga Kita karya Najelaa Shihab tanpa harus saya gurui lebih banyak di sini.