Menolak Lupa Pemikiran Revolusioner Tan Malaka

 

           

Resensi Buku Aksi Massa oleh Nur Khakiki

Menolak Lupa Pemikiran Revolusioner Tan Malaka

Tan Malaka, sosok yang disebut “Bapak Republik Indonesia” oleh Muhammad Yamin ini merupakan tokoh yang berperan cukup besar dalam kontribusi perjuangan kemerdekaan bangsa. Namun, ia seolah terlupakan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Selama ini, namanya selalu dikaitkan orang dengan gerakan radikal komunis dan pemberontakan tanpa pernah mau tahu bagaimana pemikirannya, latar belakangnya, dan usaha-usahanya dalam memerangi imperalisme Barat di Indonesia.

            Cita-cita Tan Malaka menginginkan terwujudnya Republik Indonesia lahir dari rahim revolusi untuk merdeka 100%. Hal itu mengantarkannya pada penolakan terhadap segala bentuk kompromi dengan kaum kolonial Belanda. Tan Malaka menganggap semua bentuk kompromi sebagai tindakan yang tidak dapat dimaafkan, ia juga tidak menyepakati perlawanan radikal yang dilaksanakan tanpa perhitungan matang.

            Buku yang berjudul Aksi Massa ini menunjukkan pemikirannya bahwa usaha perebutan kekuasaan dengan cara radikal (putch) bukanlah solusi terbaik. Baginya, cara radikal ialah satu aksi sekelompok kecil yang bergerak diam-diam dan tidak berkaitan dengan rakyat banyak. Menurut Tan, kelompok kecil ini hanya dapat membuat rencana menurut keinginan dan kecakapannya sendiri tanpa mempedulikan kesanggupan dan perasaan massa. Gerombolan yang disebut “tukang-tukang putch” oleh Tan ini, menurutnya lupa bahwa sebuah revolusi muncul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai macam keadaan.

            Lalu bagaimana pandangan Tan Malaka soal revolusi dan solusi agar sebuah gerakan dapat mencapai tujuannya tanpa harus menjadi tukang putch? Buku ini memberikan gambaran pemikiran Tan yang dapat menjawab pertanyaan itu. Melalui buku ini juga, kita bisa mengetahui bagaimana Tan Malaka memandang imperalisme Barat, kapitalisme Indonesia, dan khayalan seorang revolusioner. Jika anda merasa panasaran dan ingin merancang sebuah gerakan, ada baiknya untuk membaca buku ini terlebih dahulu. Memang, semangat revolusi yang menggebu-gebu juga harus diiringi baca buku supaya tidak terjebak dalam gerombolan tukang putch.

Revolusi dalam Kacamata Tan Malaka

Tan menganggap bahwa revolusi diakibatkan oleh pertentangan kelas yang kian hari kian tajam. Ketajaman pertentangan ini bisa karena akibat tertentu yang tak bisa dihindari. Berbagai faktor dapat mempengaruhi ketajaman pertentangan kelas, di antara faktor-faktor tersebut ialah faktor politik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Semakin besar kekayaan yang dimiliki oleh satu pihak, maka semakin beratlah penderitaan dan perbudakan di pihak lainnya. Singkatnya, semakin dalam jurang antara kelas yang memerintah dengan kelas yang diperintah, maka semakin besarlah hantu revolusi.

Revolusi bertujuan menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negeri, ekonomi, dan politik. Di atas kekuasaan yang lama, berdirilah satu kekuasaan baru yang menang. Demikianlah masyarakat feodal didorong oleh masyarakat kapitalis, dan sedangkan buruh berjuang mati-matian mewujudkan satu masyarakat tanpa kelas. Pergaulan hidup tanpa mengenal kelas yang diperjuangkan terus menerus ini menurut paham Karl Marx disebut sebagai proses werden undvergehen. Proses yang menurut Tan akan terjadi jika seluruh manusia yang ada sekarang musnah sama sekali.

Pada masa purba saat ilmu masih muda, seluruh perjuangan kelas-kelas dibereskan oleh agama. Perjuangan kelas yang dilakukan tersebut dilakukan untuk kekuasaan ekonomi dan politik. Namun, setelah ilmu pengetahuan menjadi lebih maju, setelah manusia menyingkirkan dogma-dogma maka pertentangan kelas disandarkan pada ilmu pengetahuan yang nyata.

Tan juga menjelaskan bahwa masa-masa tumbuh suburnya feodalisme pun dapat digeser oleh kelas baru saat teknik yang lebih maju dan kebobrokan feodalisme telah menghalangi kemajuan industri. Kelas baru tersebut ialah borjuasi yang menguasai kapitalisme dan merasa tak senang karena tak memiliki kekuasaan politik.

 Kelas baru menginginkan pemerintahan diserahkan kepada mereka yang lebih cakap. Sedangkan, pemerintah bisa "diangkat" dan "diturunkan" oleh rakyat. Menurut Tan, cita-cita borjuasi adalah demokrasi dan parlementarisme. Kelas baru tersebut menuntut penghapusan sekalian hak-hak feodal dan menuntut penetapan sistem penghasilan dan pembagian atau yang disebut Tan sebagai distribusi yang kapitalistis.

Revolusi Borjuasi yang meledak tahun 1789 menurut Tan ialah hasil pertentangan yang tak mengenal lelah antara feodalisme dengan kapitalisme. Hal tersebut yang menjadikan negeri Prancis sebagai perintis dari sekian banyak revolusi yang kemudian berturut-turut pecah di seluruh Eropa. Tan menerangkan bahwa tatkala raja dan para pendetanya tetap bersikukuh mempertahankan hak-haknya, maka hancurlah mereka dalam nyala revolusi. Nasib Raja Prancis yang digulingkan itu juga dirasakan oleh Raja Rusia yang mencoba membelenggu borjuasi dan buruh.

Revolusi sosial bukanlah semata-mata terbatas di Eropa saja, tetapi menurut Tan, revolusi ialah kejadian umum yang tidak bergantung pada negeri dan bangsa. Singkatnya, dengan jalan revolusi maka negeri besar dan modern tanpa kecuali melepaskan diri dari belenggu kelas dan penjajahan. Revolusi tidak hanya menghukum tindakan ganas dan menentang kecurangan serta kelaliman, tetapi juga meraih seluruh perbaikan dari kecelaan. Di dalam revolusi jugalah tercapai puncak kekuatan moral yang melahirkan kecerdasan pikiran dan tercapai segala kemampuan untuk membangun masyarakat baru.

Imperalisme Barat dan Kapitalisme Indonesia

            Dalam buku ini, Tan Malaka menyebut setidaknya ada empat jenis cara pemerasan dan penindasan seperti imperalisme autokratis, imperalisme biadab, imperalisme setengah liberal, dan imperalisme liberal. Perbedaan dalam cara menindas dan memeras yang dilakukan bukanlah diakibatkan oleh perbedaan watak atau tabiat manusia di negeri-negeri imperalis tersebut. Akan tetapi, perbedaan ini dipengaruhi oleh kedudukan kapital dari masing-masing negeri dan cara menjalankan kapital tersebut.

            Akibat dari berbagai cara pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh kaum imperalis ialah kekacauan di negeri jajahannya. Kekayaan alam yang menguntungkan bagi mereka dijarah dalam kurun waktu yang cukup lama. Dengan bertopeng menolong, mengasuh, dan mengasihi manusia, para imperalis memberikan otonomi-ekonomi sehingga imperalisme mereka masih kokoh berdiri dan membuat kekacauan di sana. Menurut Tan, memberikan konsesi-konsesi yang besar, kemudian keterpaksaan berkompromi terhadap imperalis akan mengakibatkan kelanggengan masa penjajahan.

            Apabila bangsa Indonesia sekiranya tidak dirampok dan memiliki kecakapan secara teknik tentulah Indonesia ada peluang untuk memenuhi kemauan alam. Namun, kapitalisme Indonesia tidak dilahirkan oleh cara-cara produksi bumiputera yang menurut kemauan alam. Kapitalisme Indonesia menurut Tan ialah perkakas asing yang dipergunakan untuk kepentingan asing yang dengan kekerasan mendesak sistem produksi bumiputera.

Selain itu, imperalisme Belanda juga mengeruk habis kekayaan Indonesia dan mengangkut sebanyak-banyaknya ke negerinya. Rakyat hanya diperas, ditipu, dan diinjak-injak. Kaum buruh dipecat dan cengkeraman pajak semakin lama semakin mencekik.

Khayalan Seorang Revolusioner

            Pola pikir yang rasional kata Tan dapat membawa kita kepada penguasaan atas sumber daya alam dengan pemakaian yang benar dan menghadirkan manfaat. Hanya cara berpikir dan bekerja yang rasionalah yang bisa membawa manusia dari takhayul dan penindasan menuju kepada kebenaran. Inilah yang dinamakan hidup! Manusia haruslah berdaya dan mencoba berjuang meskipun kalah atau menang dalam upayanya itu. Suatu bangsa pun harus merdeka dalam berpikir dan berjuang, ia mesti berdiri dengan pikiran dan daya upaya yang sesuai dengan perasaan dan keinginannya.

            Senjata semangat revolusioner-proletaris adalah dialektis-materialisme, ia harus digunakan untuk menentang imperalisme Barat. Kita tak boleh kalah dari orang Barat dalam hal pemikiran, kejujuran, penyelidikan, dan  pengorbanan. Juga tidak boleh dikalahkan dalam perjuangan sosial.

Kemudian kata Tan Malaka, wahai kalian kaum revolusioner lekaslah siapkan barisanmu! Satukanlah buruh dan tani yang berjuta-juta, serta penduduk dan kaum terpelajar di dalam satu partai massa proletar. Bersama massa, kita berderap menuntut hak-hak, kemerdekaan, dan melawan penindasan.  Jadi, bagaimana kaum milenial revolusioner? Masih melanjutkan khayalan dengan rebahan atau segera baca bukunya dan ambil tindakan nyata?

 

Judul                           : Aksi Massa

Penulis                         : Tan Malaka

Penerbit                       : Narasi

Kota Terbit                  : Yogyakarta

Tahun Terbit               : 2013

Jumlah Halaman         : 148 hlm

Cetakan                       : Cetakan Kedua, 2016

Peresensi                     : Nur Khakiki