Alam Raya Tanpa Permulaan

Judul
: Membaca Pikiran Tuhan
Penulis
: Paul Davies
Penerbit
: Pustaka Belajar
Cetakan
Cetakan pertama, 2012
Tebal
: 402 halaman
ISBN
: -
Peresensi
: Ahmad Fauzi (Penulis buku Agama Skizofrenia

Menurut pikiran masyarakat kebanyakan dan juga dari berbagai doktrin versi agama Abrahamik, alam semesta dianggap memiliki permulaan. Alam ini tidak muncul dengan sendirinya, tapi ada sebab dari luar yang membuatnya menjadi ada. Kemunculan teori Big Bang dianggap memiliki kemiripan dan mengafirmasi doktrin-doktrin agama yang meyakini tuhan adalah penyebab adanya alam raya ini. 
Teori Big Bang memiliki cikal bakal dalam pengamatan Edwin Hubble di tahun 1920-an yang memprediksi kalau alam semesta fisik ini terus mengembang. Satu galaksi dengan galaksi lainnya saling berlarian menjauh. Tingkat pancaran bintang antar bintang lainnya makin meredup dan surup. Hal ini mengandaikan bahwa ada suatu masa ketika alam ini merupakan singularitas yang sangat padat tak terhingga kemudian meledak dan berekspansi. Jagad raya mengembang dan kemudian mengerut hingga muncul kerekahan besar ini pernah digagas oleh Alexander Friedmann sebelum penemuan Edwin Hubble dan astronom lainnya. 
Teori Big Bang mendapatkan peneguhan yang sangat meyakinkan, setelah Penzias-Wilson di tahun 1965 menemukan fakta bahwa alam semesta dimandikan dalam radiasi panas pada temperatur sekitar tiga derajat di atas nol absolut. Radiasi ini dipercaya sebagai peninggalan langsung dari dentuman besar, sejenis cahaya yang memudar dari panas zaman purba yang menyertai kelahiran kosmos. Beberapa tahun kemudian Penzias-Wilson mendapatkan Nobel. Semenjak itu hampir seluruh kosmolog meyakini alam semesta ini memiliki permulaan dalam ledakan besar.

Namun ada penantang kuat dari teori Big Bang yang mengandaikan alam raya ini hanya ada, tanpa permulaan juga tanpa akhir. Alam semesta ini menciptakan dirinya sendiri secara terus menerus. Teori ini digagas oleh Thomas Gold dan Herman Bondi. Ide utamanya, tidak ada asal-usul dentuman besar alam semesta di mana seluruh materi diciptakan. Sebaliknya, partikel-partikel alam semesta terus menerus menciptakan diri untuk mengisi celah-celah sehingga kepadatan materi rata-rata dalam alam semesta tetap tak berubah. Kecepatan perluasan alam semesta tetap konstan, dan kecepatan penciptaan materi persis semacam memelihara rata-rata konstan.
Alam semesta tidak memiliki permulaan, tanpa akhir, dan bersifat siklis. Terlihat sama secara rata-rata pada seluruh penggalan waktu kosmis, meski juga mengalami pengembangan. Model alam semesta ini menghindari kematian panas, karena injeksi materi baru juga menginjeksikan entropi negatif. Dalam analogi jam, ia terus menerus mengisi putaran jam. Teori ini kemudian disebut the Steady-State Universe Theory, Teori Keadaan-Mantap Jagad Raya.
Teori Steady-State nampak lebih anggun, sederhana dan elegan di mana alam raya ini eksis tanpa harus menyertakan peran tuhan dan tanpa permulaan. Namun teori ini akhirnya terkubur dalam peti mayat es karena penemuan Penzias-Wilson yang mengonfirmasi tentang adanya ledakan besar purba. 

Namun, ada yang berusaha memodifikasi Big Bang dengan asumsi Steady-State, yang dilakukan oleh Hawking. Ia membuat teori tentang waktu imajiner dalam jantungnya singularitas Big Bang. Sekilas, dalam pengukuran waktu biasa alam ini, seolah memiliki permulaan tetapi dalam sejarah waktu imajiner, alam raya ini sebenarnya tidak bermula dan merana mengembara tanpa akhir.