Salah satu pemikir dunia yang sedang disorot dalam beberapa tahun terakhir, selain Salvoj Zizek, filsuf asal Slovakia itu, ada Yuvah Noal Harari, sejarawan asal Israel. Bukunya yang telah terbit dalam bahasa Indonesia, judulnya: Sapiens, Homo Deus, dan 21 Lessons for the 21 Century. Epik sekali ketiga buku itu!
Harari dalam salah satu tulisannya “Will coronavirus change our attitudes to death? Quite the opposite”, memberikan spirit yang optimistik bagi kemanusiaan. Singkatnya, Harari optimis bahwa manusia akan selalu berproses melawan “kematian” dan usaha manusia dapat memperpanjang usia hidupnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi mempermudah segala aktivitas dan kepentingan manusia. Namun hadirnya teknologi tidak akan bisa dielakkan dari peran kepentingan dan pemodal (kapital). Itulah salah satu poin yang bisa saya tangkap ketika menjelajahi kata demi kata dalam karya Harari yang berjudul Money. Edisi bahasa Indonesia sudah terbit dengan judul Money: Hikayat Uang dan Lahirnya Kaum Rebahan. Diterjemahkan oleh Haz Algebra dan penerbitan bukunya bukanlah dari kota-kota besar di Jawa, melainkan di Manado, Sulawesi Utara.
Dengan tebal 166 halaman, buku ini akan mengajak pembaca menelusuri bagaimana uang bekerja-menjelma kuasa-menjelma pengetahuan-menjelma pemujaan, bahkan bisa menjelma apa saja, Menakutkan! Bagaimana masuk akal bahwa kertas atau koin logam bisa ditukar dengan apapun? Itulah alasan kenapa uang merupakan salah satu ciptaan manusia yang paling toleran dan diterima segala kalangan.
“Uang adalah sistem saling percaya yang paling universal dan paling efisien yang pernah diciptakan (h.15)”.
Karya Harari selalu membuat kagum. Pembaca buku ini akan mengingat bahwa relasi uang, ilmu pengetahuan, dan kekuasaan tak bisa dipisahkan. Uang menjelma imperialisme dan kolonialisme Eropa ke negeri-negeri Timur. Berganti baju menjadi kapitalisme, ekonomi, dan seperangkat etika. Tentang etik, Harari menggelitik kesadraan kita dengan menulis:
“… bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kebaikan tertinggi, atau paling tidak terepresentasi untuk kebaikan tertinggi karena keadilan, kebebasan, bahkan kebahagiaan semuanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi (h.46)".
Di abad 20 kita mengiyakan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan negara dan warganya saat ini ditentukan oleh ekonominya dan kebebasan individunya.
Runtuhnya Liberalisme: Ketika Harari Berbicara Kegelisahan Umat Manusia
Kita kagum melihat dan membaca informasi terciptanya teknologi mutakhir semacam robot rumah tangga, transportasi tanpa awak, dan segala kemuktahiran. Namun yang tak banyak disadari bahwa suatu saat sel-sel alogaritma-robotik yang tidak mengenal emosi dan rasa lelah itu akan menggantikan banyak peran-pekerjaan manusia. Ketika alogaritma mendorong manusia keluar dari pasar kerja, kekayaan bisa jadi akan terkonsentrasi di tangan segelintir elit yang memiliki alogaritma yang sangat unggul… (h.112)”. Tentunya hal itu berdampak pada efisiensi korporasi dan pemodal.
Ranah medis-psikologis pun tidak lepas dari gelombang ini. Dokter bisa mendiagnosa penyakit beberapa pasien. Tetapi apakah dokter mampu menghafal semua nama pasiennya dan mengingat-ingat riwayat kesehatan pasiennya? Alogaritma bisa melakukannya. Alogaritma mampu mengingat-ingat sampai sedetail apapun hingga riwayat penyakit orang tua (yang mungkin menurun ke anaknya) dan berjaring hingga riwayat medis paman, bibi, kakek, nenek, hingga keturunan selanjutnya. Ini baru satu bidang pekerjaan, bagaimana dengan bidang yang lain, yang pada mulanya manusia sebagai sumber dayanya?
Harari menuliskan kekhawatirannya, ia menulis:
“Masalah krusial di sini bukanlah lapangan kerja baru. Masalah krusialnya adalah menciptakan lapangan kerja baru di mana kinerja manusia lebih baik daripada alogaritma (h.118)”.
Masa itu akan datang sebentar lagi. Ketika sistem liberalisme abad 20 mempercayai keberadaan manusia dan sebagai individu yang merdeka, namun di abad 21 jelmaan uang ini membentuk sistem yang akan mencabut kebebasan serta kemerdekaan individu manusia. Teknologi abad ke-21 memungkinkan alogaritma eksternal mengenal saya (individu, pen.) jauh lebih baik daripada saya mengenal diri saya sendiri, dan begitu ini terjadi, keyakinan terhadap individualisme akan runtuh dan otoritas akan beralih dari manusia perorangan ke alogaritma jaringan (h.124)”.
Itulah kenapa psikologi manusia memungkinkan untuk terbaca oleh sistem alogaritma. Dengan menilai ekpresi dan sikap manusia, alogaritma bisa memberikan solusi yang objektif dengan kemungkinan kesalahan yang semakin kecil. Karena alogaritma mampu mengingat riwayat, membaca data kita, menghubungkannya dengan jaringan diseluruh dunia, sehingga bisa memberikan solusi pada manusia tanpa pertimbangan emosinya. Karena bagi ilmu hayati, manusia tersusun atas alogaritma internal (organik) yang unik. Dan alogaritma ekternal-robotik adalah kendali pasar bagi alogaritma organik.
Manusia Unggul: Kasta Baru Umat Manusia
Selain kehilangan otoritas individu dan digantikan dengan kecanggihan alogaritma, menurut Harari liberalisme akan mengalami beberapa ancaman di masa depan. Hal ini disebakan karena, pertama, manusia akan kehilangan nilai mereka sepenuhnya . Kedua, beberapa orang akan tetap sangat diperlukan dan tidak dapat diuraikan, hal ini akan menciptakan segelintir elit istimewa manusia yang telah diperbarui (h.153). Namun Harari masih yakin bahwa kekuatan kolektif/massa dan politis manusia bisa mempengaruhi pelbagai kebijakan di masa depan.
Banyak kita dapati bahwa pemikiran filsuf sejak era filsafat Yunani hingga filsuf era sekarang mengaungkan konsep “manusia super/unggul”. Dalam term filsuf Muslim, manusia unggul dinamakan Insan Kamil. Filsuf nyentrik, Nietzsche mengemukakkan konsep Ubermensch. Di abad ini ada Harari yang amat optimis dengan kehadiran kasta baru umat manusia yang ia sebut sebagai manusia unggul (superhuman). Baginya manusia unggul ini adalah pewaris pengetahuan dan pembuat kebijakan.
Bagi Harari manusia unggul inilah salah satu faktor peruntuh liberalisme karena akan muncul kasta baru yang dibedakan secara biologis. Manusia unggul ini akan menikmati kemampuan dan kreativitas yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang memungkinkan mereka untuk terus membuat banyak keputusan penting di dunia (h.153).
Jadi terdapat dua kasta manusia: superhumen dan useless human. Adakah rasa kemanusiaan dan optimisme ke depannya? Harari berasumsi bahwa manusia unggul akan memperlakukan manusia normal tidak lebih baik daripada perlakuan orang Eropa abad ke-19 terhadap orang-orang Afrika. Apakah kemanusiaan adalah sebuah fiksi yang diyakini bersama umat manusia? Apakah manusia unggul juga merupakan fiksi yang direproduksi lagi di abad 21?
Judul buku: Money: Hikayat Uang dan Lahirnya Kaum Rebahan
Pengarang: Yuval Noah Harari
Penerjemah: Haz Algebra
Penerbit: CV Globalindo Kreatif
Cetakan: cetakan pertama, 2020
Tebal halaman: 166 halaman
SBN : 978 – 602 – 53696 – 8 - 1
Peresensi : Maulana Malik Ibrahim (Santri Ponpes RKSS)