Resensi buku Bank Kaum Miskin oleh Maulana Malik Ibrahim |
Ada banyak cara untuk mati. Tetapi mati karena kelaparan adalah yang paling tidak bisa diterima (Muhammad Yunus).
Dalam suatu acara
workshop di Hotel Semarang awal Desember 2020, kebetulan penulis satu meja
dengan salah satu manajer lembaga keuangan kredit mikro BUMN di wilayah Jawa
Tengah. Awalnya saya tertarik dengan tema pembicaraan mengenai kredit mikro, yang
lebih menarik perhatian saya saat mengetahui jika
semua pegawai di lembaganya adalah perempuan. “Minimal
pendidikan SMA/SMK”, dia bilang begitu.
Dia pun mengatakan bahwa
kredit mikro sangat membantu bagi pemberdayaan UMKM, khususnya perempuan. “Kenapa perempuan saja, mas?”, tanya saya. “Karena kami ingin ada pemberdayaan dan peningkatan peran perempuan di
sektor UMKM”, jawabnya. “Kok saya
ingat Grameen Bank yang digawangi Muhammad Yunus, orang Bangladesh”, saya merespon. “Kok kamu tahu Grameen Bank? Iya memang
sejarahnya dari situ. Kamu baca di mana?”, tanya
manajer penasaran.
Buku
karya Muhammad Yunus, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong, Banglades, yang setelah dialih bahasakan
menjadi Bank Kaum Miskiin, memang pernah saya baca sewaktu kuliah. Percakapan
itu membuat saya membaca ulang dan memahami permasalahan yang ia tulis lebih
dalam.
Ya, tidak ada yang lebih
bisa menyayat perasaan manusia jika melihat kelaparan, kemiskinan dan berakhir pada kematian.
Kemajuan ilmu pengetahuan modern ‘runtuh’ saat
di sekelilingnya ada
manusia
yang tinggal tulang belulang dengan
perut membuncit, karena lupa kapan
terakhir kali perutnya diisi makanan. Teori ekonomi, neraca perdagangan, pertumbuhan PDB, dan lain-lainnya tampak tak punya daya di hadapan manusia dengan perut
membuncit.
Yusuf
melihat sendiri bagaimana keadaan negaranya,
Bangladesh, di tahun 1974 mengalami bencana
kelaparan. Sebagai profesor ekonomi lulusan Vanderbilt University, Tennessee, Amerika
Serikat, ia terpental dari
pengetahuannya melihat fenomena tersebut.
“Apa hebatnya teori-teori rumit itu manakala orang-orang tengah sekarat kelaparan di trotoar dan emperan seberang ruang kuliah tempat saya mengajar? ... Tak sedikitpun teori-teori ekonomi yang saya ajarkan mencerminkan kehidupan yang tengah berlangsung di sekitar saya” (h. 2-3).
Realitas kemiskinan di sekitar Universitas Chittagong
yang berjarak dengan pengetahuan di kampus,
merubah pandangan hidupnya. Selain itu cara mengajar mahasiswanya pun berubah.
Yunus mengatakan: “Alih-alih belajar dari
buku seperti yang biasa dilakukan, saya ingin mengajari mahasiswa saya cara
memahami kehidupan seorang miskin” (h.3).
Eksperimen peningkatan taraf hidup masyarakat yang ia lakukan terletak di Desa Jobra, tak jauh
dari kampus tempatnya mengajar. Bersama mahasiswanya, Yunus melakukan wawancara
dengan salah seorang warga desa tersebut.
Setiap hari Sufiya. Warga Desa
Jobra, bekerja sebagai pengrajin bangku bambu dengan bayaran
2 sen per hari.
Yunus dan para
mahasiswanya memulai eksperimennya dengan mendata penduduk yang menggantungkan hidupnya
pada hubungan pengarjin dan pedagang. Relasi
yang terjalin tersebut menurut Yunus adalah lingkaran setan bagi pengrajin (pada
tahun 1976). Ada 42 orang terdaftar, dengan keseluruhan pinjaman
sebesar 856 Taka
atau senilai kurang dari AS $ 27 (h.50). Jika kurs
dollar ke rupiah tahun 1976 Rp.625, maka tanggungan hutang dari 42 orang
itu sekitar Rp.16.875. Bagi Yunus yang
mengajarkan teori ekonomi hingga hitungan triliunan, ia tertegun melihat fakta
ini.
Grameen Bank dan
Pemberdayaan Perempuan
Kegelisahannya
melihat perempuan miskin, sistem sosial-budaya yang patriarki, memantapkan
Yunus untuk berkomitmen menjalankan proyek kredit mikro Grameen Bank hanya kepada perempuan. Semangatnya kian bertambah menegtahui bahwa dalam
sistem perbankan konvensional ternyata juga begitu bias gender.
Strategi
Yunus didasarkan pada argumen bahwa
manfaat yang lebih besar akan datang pada
eksperimennya jika memberikan pinjaman hanya kepada perempuan. Ia
mengatakan: “Makin banyak pinjaman yang
kami salurkan kepada perempuan miskin, semakin saya menyadari bahwa kredit yang
disalurkan kepada perempuan lebih cepat membawa perubahan dari pada yang
disalurkan kepada laki-laki” (h.71).
Sistem perbankan di
Bangladesh pun saat itu hampir seluruh peminjamnya adalah laki-laki dan
prosedur administrasinya amat patriarki. Seorang perempuan tidak boleh meminjam
uang tanpa persetujuan tertulis suaminya. Namun ketika sang suami akan meminjam
uang di bank, ia tidak usah meminta ijin kepada isterinya.
Muhammad Yunus bergerak
dua kaki. Pertama, ia ingin mengentaskan kemiskinan di negaranya. Kedua, sistem
sosial-budaya yang patrirki ingin ia lawan dengan memberdayakan perempuan di
sektor UMKM. Jelas ini adalah berkah tersendiri dan inovasi dalam sistem
perbankan di dunia.
Berawal dari desa Jobra yang kecil, kemudian
melalui lobi politik hingga tingkat pusat, perjuangan Muhammad Yunus
diapresiasi dunia. Yunus banyak mengadvokasi dan merubah berbagai sistem dan
struktur, khususnya perbankan di Bangladesh. Karena programnya berhasil, Grameen
Bank memulai ekspansi program kredit mikronya tidak hanya di negara-negara
berkembang seperti Malaysia, Filipina, india, Nepal, Vietnam, hingga Afrika
Selatan. Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa Barat dan Timur adalah
contoh negara maju yang ikut mengadopsi program Grameen Bank.
Muhammad
Yunus memiliki defisini kapitalismenya sendiri, yang mungkin saja tidak
dimengerti oleh kaum kiri atau kanan. Sebagai guru besar bidang ekonomi, dia
sangat paham dengan ekonomi
global, pasar bebas dan kekuatan
kapital yang besar. Menurutnya tunjangan bagi
pengangguran bukanlah cara yang
tepat untuk menanggulangi kemiskinan.
“Kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin. Kemiskinan diciptakan oleh struktur masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh masyarakat” (h.204).
Tahun
2006 Muhammad Yunus mendapatkan penghargaan Nobel Bidang Perdamaian. Meskipun Muhammad Yunus menyatakan bahwa liberalisme bukanlah hal yang selalu buruk, tetapi kita harus
selalu mengkritisinya!
“Kemiskinan adalah ancaman bagi
perdamaian… Untuk
membangun perdamaian yang stabil kita harus mencari cara-cara menyediakan
peluang bagi rakyat untuk bisa hidup secara layak (h.263)”, begitu sepenggal sambutannya saat menerima penghargaan
Nobel.
Judul
: Bank Kaum
Miskin (Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi
Kemiskinan)
Penulis : Muhammad Yunus dan
Alan Jolis
Penerjemah : Irfan Nasution
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan/
tahun : Cetakan ketiga/
2007
Jumlah
halaman : xxvi + 269 halaman
Peresensi : Maulana Malik Ibrahim
(Santri RKSS dan staf di PMI Kota Semarang)